BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Salah satu tujuan
pendidikan Nasional adalah untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang
mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Oleh
karena itu, perlu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi di
Indonesia pada umumnya serta perguruan tinggi swasta pada khususnya. Diperlukan
perbaikan yang menyeluruh terhadap unsur-unsur yang saling terkait di dalamnya.
Hal itu disebabkan karena kebutuhan akan tenaga kerja profesional yang andal
dan siap diterjunkan ke seluruh unit usaha menjadi perhatian semua kalangan.
Salah satu institusi yang
paling bertanggungjawab dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia tersebut
adalah Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri maupun
Perguruan Tinggi Swasta mengemban fungsi membina dan mendidik mahasiswa untuk
menjadi sumber daya manusia yang cerdas agar berperan dan berkontribusi
terhadap pembangunan sesuai posisi dan kemampuannya masing-masing (Said dalam Amang, 2009). Simmons
(2002) menyatakan bahwa manajemen kinerja pada perguruan tinggi
diatur oleh pemerintah sehingga berdampak pada menurunnya kualitas dan kinerja
institusi perguruan tinggi tersebut pada tingkat global karena dana subsidi
pendidikan dari pemerintah sangat kecil sedangkan biaya untuk bersaing di
tingkat global sangat tinggi.
Maju mundurnya sebuah
lembaga pendidikan formal sangat ditentukan oleh manajemen pengelolaan dan mutu
pengelola lembaga tersebut. Tentu saja tenaga edukatif (dosen) sebagai titik
sentral di samping staf administasi dan lembaga-lembaga kemahasiswaan.
Kualitas, kepuasan dan komitmen tenaga edukatif merupakan kunci utama
keberhasilan sebuah lembaga pendidikan formal (Burki, Angrist dalam Madris
(2007) dan Amang (2009)
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dosen adalah pendidik profesional
dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Bab 1 Pasal 1 ayat 2).
Profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dosen
adalah salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan
tinggi. Peran, tugas, dan tanggungjawab dosen sangat penting dalam mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yang meliputi kualitas iman/takwa, akhlak mulia,
dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan
masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab. Kekuatan utama
perguruan tinggi dalam kehidupannya terletak pada kompetensi dosen. Kompetensi
dosen diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh dosen dalam melaksanakan
tugas profesionalnya.
Upaya pembenahan
kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, serta penerapan manajemen perguruan
tinggi merupakan hal penting, namun tanpa adanya dosen yang berkompeten,
semuanya itu menjadi kurang bermakna. Kinerja dosen merupakan faktor yang
sangat menentukan bagi keberhasilan suatu perguruan tinggi dalam melaksanakan
misinya, kinerja dosen merupakan penggerak bagi keberhasilan tujuan yang hendak
dicapai oleh lembaga perguruan tinggi.
Banfield,
et. al (2006) menyatakan bahwa tantangan dalam
mewujudkan profesionalime dosen adalah tenaga edukatif yang berkinerja buruk
dan prestasi kerja yang tidak sesuai dengan harapan. Hildebrand,
et. al (1971) menjelaskan bahwa standar kinerja
dosen berkinerja baik antaralain dinilai dari tingkat pengalaman dan personal
dosen. Long,
et. al (2014) menyatakan bahwa pengajaran dan
pembelajaran merupakan dua dimensi yang sangat tergantung pada Ability (kemampuan) dan profesionalisme
dosen, dengan demikian dosen yang efektif dalam proses pengajaran dan
pembelajaran dikonseptualisasikan sebagai salah satu perwujudan dalam
menjalankan tugas akademik.
Untuk mencapai kinerja
yang maksimal, sumber daya manusia dalam hal ini adalah dosen, dalam
menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri. Secara teori, menurut Gibson, et
al (1988) ada beberapa faktor atau variabel yang mempengaruhinya, menurutnya ada
tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja, yang selanjutnya
berefek kepada kinerja dosen yaitu: variabel individu, psikologis dan
organisasi. Faktor individu yang mempengaruhi perilaku kerja adalah kemampuan
dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Adapun faktor psikologis terdiri
dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Selanjutnya, faktor
organisasi terdiri dari sumber daya, komunikasi, kepemimpinan, imbalan,
struktur dan rancangan kerja.
Selanjutnya, Storey (1989)
dalam Armstrong
(2011) menyatakan bahwa perilaku kerja Sumber Daya Manusia dalam
suatu organisasi dapat dilihat dalam dua pendekatan (approach) yaitu, pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak (soft approach). Pendekatan keras (hard approach) adalah pendekatan yang memandang pegawai sebagai
sumber daya yang sama seperti sumber daya lain yang harus dikelola secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi, melalui rekrutmen,
pengembangan, penilaian kinerja, remunerasi dan lain-lain. Kinerja sumber daya manusia dalam pandangan
pendekatan keras (hard approach) dipengaruhi
oleh sejumlah faktor yang berada di luar diri individu pegawai (faktor eksternal).
Sedangkan pendekatan lunak (soft
approach) adalah pendekatan yang melihat pegawai sebagai manusia yang mampu
berkembang, proaktif, dapat bekerja sama, layak mendapat kepercayaan dan
memiliki komitmen tinggi untuk memberikan keunggulan kepada organisasi.
Pendekatan ini lebih bersifat humanistik dan memfokuskan perhatian pada
aspek-aspek psikologi pegawai seperti komunikasi, motivasi, kepuasan, dan
kepemimpinan (Storey, 1989) dalam Armstrong
(2011), sedangkan (Legge, 1998) dalam Armstrong
(2006) melihat sumber daya manusia dalam pendekatan lunak (soft approach) sebagai aset berharga dan
sebagai sumber keunggulan kompetitif melalui komitmen, kemampuan dan kinerja.
Dalam pandangan pendekatan lunak (soft
approach), kinerja sumber daya manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor
psikologi yang ada dalam diri individu pegawai tersebut (faktor internal).
Penelitian terdahulu
menemukan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dosen seperti; Personality (kepribadian)), Ability (kemampuan), kepuasan kerja,
komitmen organisasi. Penggunaan variabel tersebut dalam penelitian ini mengaju
pada teori yang dikembangkan oleh Colquitt,
et. al (2014) yang menyatakan bahwa kinerja
dipengaruhi oleh karakteristik individu (Personality
dan Ability) serta mekanisme individu
(kepuasan kerja). Sedangkan pendekatan keras (hard approach), yaitu faktor ekternal yang mempengaruhi kinerja
individu pegawai (dosen) yang penulis gunakan adalah dukungan organisasi.
Personality (kepribadian) merupakan karakteristik
individual yang melekat pada seseorang dan bersifat stabil dari waktu ke waktu.
Dalam penelitian ini pengukuran Personality
diadaptasi dari Costa dan McCrae dalam Yang
& Hwang (2014) Teori ini didasarkan pada model lima
faktor Personality (kepribadian)
sebagai representasi struktur trait yang merupakan dimensi utama dari Personality (kepribadian), yakni;
Keramahan (Agreeableness),
menggambarkan seseorang yang baik hati, kooperatif, dan mempercayai. Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility yang mengindikasikan
seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari
konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki
skor agreeableness yang tinggi
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, pemaaf, dan
penyayang. Kehati-hatian (Conscientiounsness),
menggambarkan seseorang yang bertanggungjawab, dapat diandalkan, tekun, dan
berorientasi prestasi. Conscientiousness
dapat disebut juga dependability, impulse
control, dan will to achieve,
yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang
tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang
teratur (well-organized), tepat
waktu, dan ambisius. Stabilitas Emosi (Emotional
stability), mencirikan seseorang yang tenang, bergairah, terjamin
(positif). Lawan dari Stabilitas Emosi adalah Neuroticism. Neuroticism
menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti
rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga
teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang
berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism
yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan
dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism
yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen,
mereka juga memiliki tingkat self esteem
yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang
mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Ekstraversi (Extroversion) menggambarkan seseorang
senang bergaul, banyak bicara, dan tegas. Extraversion,
atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang
penting dalam Personality
(kepribadian), di mana ekstraversi ini dapat memprediksi banyak tingkah laku
sosial. dan Keterbukaan pada pengalaman (Openness
to experience) mencirikan seseorang
yang imajinatif, sensitif, dan intelektual. Faktor openness terhadap pengalaman
merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini
tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan, tidak seperti halnya faktor-faktor
yang lain. Openness mengacu pada
bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi
yang baru. Trait Personality
(kepribadian) merupakan dimensi dari (kepribadian) yang merupakan kecenderungan
emosional, kognitif, dan tingkah laku, yang bersifat menetap dan ditampilkan
individu sebagai respons terhadap berbagai situasi lingkungan (Westen, 1999)
dalam (Seniati,
2006). Penelitian tentang pengaruh Personality (kepribadian) terhadap kinerja telah banyak dilakukan.
Hal ini didukung dari hasil kajian penelitian sebelumnya. Temuan signifikan
pengaruh Personality (kepribadian)
terhadap kinerja dilakukan oleh Al-Dujaily
& Ryu (2006) yang menyatakan bahwa kepribadian Introvert dan Ekstrovert berpengaruh terhadap kinerja dalam sistem pembelajaran
adaptif, Thoresen,
et. al (2004) yang menyatakan bahwa Big Five Personality secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Sedangkan temuan tidak signifikan
pengaruh Personality (kepribadian)
terhadap kinerja dilakukan oleh Nikolaou
(2003) yang menyatakan bahwa secara simultan tidak ada hubungan
antara Personality (kepribadian)
dengan kinerja dan Barrick,
et. al (2005) menyatakan bahwa Ciri-ciri Big Five Personality (kepribadian) (Extroversion,
Emotional Stabilitas, dan Keterbukaan terhadap Pengalaman) memiliki hubungan
yang lemah dengan kinerja interpersonal.
Faktor selanjutnya yang
diduga mempengaruhi kinerja dosen adalah Ability
(kemampuan). Dalam penelitian, Ability
(kemampuan) yang penulis maksudkan adalah Ability
(kemampuan) intelektual dinyatakan sebagai kompetensi berpikir (cognitive) yang mempunyai fungsi kerja
individu dengan indikator; berpikir analitis (analytical thinking), berpikir konseptual (conceptual thinking), keahlian teknis secara profesional (technical/professional/managerial expertise)
(Spencer and Spencer, 1993) dalam (Rachman,
2012). Dosen dituntut memiliki kompetensi yang tinggi terdiri
atas empat rumpun, yaitu penguasaan bidang studi, pemahaman peserta didik,
penguasaan pembelajaran yang mendidik, serta pengembangan kepribadian dan
keprofesionalan. Dosen dituntut profesional yakni menguasai kemampuan mengajar
yang baik, pengetahuan yang banyak, dan sikap profesional yang baik dengan didukung
Ability (kemampuan) lainnya.
Penelitian tentang pengaruh Ability (kemampuan)
terhadap kinerja dilakukan oleh Varca
& James-Valutis (1993) menyatakan bahwa Individu dengan
tingkat Ability (kemampuan) yang
tinggi secara signifikan akan relevan dengan kinerja pekerjaan yang tinggi.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabilitas dalam prestasi kerja dapat
dipahami lebih jelas melalui interaksi antara kemampuan dan sikap antara
pekerja. Demikian pula, kemampuan kognitif secara konsisten terbukti menjadi
prediktor yang valid dari kinerja pekerjaan (Hunter & Hunter, 1984) dalam Wright,
et.al (1995). Demikian pula, Ree dan Earles (1992) dalam Wright, et al., (1995) mencatat efektivitas Ability (kemampuan) kognitif memprediksi
keberhasilan pelatihan dan prestasi kerja. Sedangkan Colarelli, et.al (1987)
dalam Bounreau,
et.al (2001) menemukan efek yang tidak signifikan dari kemampuan
kognitif terhadap kinerja. (Mullan
& Kothe (2010) menyatakan kemampuan diri secara
signifikan berkorelasi dengan ukuran kinerja yang obyektif. Menurut Sofo dan
Robbins dalam Rachman
(2012), bahwa (kemampuan) intelektual akan menjadikan individu
manusia mempunyai kompetensi untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan
tanpa keraguan lagi untuk salah. Hasil studi Burkhalter,
et.al (2001), bahwa kemampuan intelektual menjadikan individu
mempunyai kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan dan Ability (kemampuan). Itu diperoleh dari
profesi layanan melalui pendidikan pra-layanan, pelatihan dalam layanan, dan
pengalaman kerja kerja serta standar hubungan antar pribadi dapat dicapai
dengan hasil kerja yang tinggi.
Faktor lain yang diduga
berpengaruh terhadap kinerja dosen adalah Dukungan Organisasi. Menurut Eisenberger,
et. al (1990) dukungan organisasi mengacu pada
persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi,
memberikan dukungan, dan peduli pada kesejahteraan mereka. Dukungan organisasi
memiliki arti sejauh mana organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli
terhadap kesejahteraan mereka. Pengukuran dukungan organisasi diadaptasi dari (Eisenberger,
et.al, 1986), (Eisenberger,
et. al, 2002) yakni: keadilan, dukungan atasan dan
penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan. 1) keadilan yang meliputi aspek
kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan dan dan keadilan dalam kebijakan
formal, 2) dukungan atasan mencakup aspek kesediaan atasan membantu mengatasi
masalah pekerjaan dan sikap atasan terhadap ide-ide karyawan, 3) penghargaan
organisasi dan kondisi pekerjaan yang meliputi gaji, pengakuan, promosi,
keamanan dalam bekerja, kemandirian, pelatihan, respon terhadap pegawai yang
menghadapi masalah. Penelitian tentang pengaruh dukungan organisasi terhadap kinerja telah banyak
dilakukan. Temuan signifikan pengaruh dukungan organisasi terhadap kinerja dilakukan
oleh Karatepe
(2012) bahwa Persepsi dukungan organisasi berpengaruh terhadap
kinerja service recovery dan kinerja kerja
melalui kepuasan karir; Rocha
& Chelladurai (2011) bahwa hubungan langsung persepsi
dukungan organisasi terhadap kinerja signifikan, dan pengaruh tidak langsung
persepsi dukungan organisasi melalui komitmen afektif juga sangat signifikan.
Sedangkan temuan tidak signifikan pengaruh dukungan organisasi terhadap kinerja
dilakukan oleh Chiang
& Hsieh (2012) yang menyatakan bahwa dukungan
organisasi yang dirasakan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja kerja, Pazy
& Ganzach (2009) yang menyatakan Kinerja tidak
dipengaruhi oleh Persepsi Dukungan Organisasi.
Selain itu, faktor lain
yang diduga berpengaruh terhadap kinerja dosen adalah kepuasan kerja.
Pengukuran Kepuasan Kerja diadaptasi dari Yang
& Hwang (2014), yakni: kepuasan intrinsik dan
kepuasan ekstrinsik. Penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja telah banyak
dilakukan. Hal ini didukung dari hasil kajian penelitian sebelumnya. Temuan
signifikan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dilakukan oleh Mardiana,
et. al (2012) bahwa kepuasan kerja memiliki
pengaruh intervensi yang signifikan terhadap kinerja karyawan, Simona,
et. al (2008) Kepuasan pelanggan berpengaruh
positif terhadap kinerja penjualan, Whitman,
et. al (2010) bahwa kepuasan berpengaruh positif
terhadap kinerja. Sedangkan temuan tidak signifikan pengaruh kepuasan kerja
terhadap kinerja dilakukan oleh (Karatepe,
et. al (2006) bahwa kepuasan kerja tidak
berpengaruh terhadap kinerja, Crossman
& Zaki (2003) bahwa terdapat hubungan yang tidak
signifikan antara kepuasan kerja dan kinerja, Bowling
(2007) tidak ada hubungan kepuasan dengan kinerja. Karyawan
yang memiliki kepuasan, baik kondisi internal maupun eksternal akan mendorong
bekerja secara penuh untuk mencapai tujuan organisasi, melibatkan dirinya
secara penuh terhadap organisasi, (Robbins
& Judge, 2014). Kepuasan kerja berarti pemenuhan
yang diperoleh dari pengalaman melakukan berbagai pekerjaan dengan mendapat
imbalan. Jadi kepuasan kerja digunakan untuk menganalisis hasil karya yang
telah dicapai oleh seseorang karyawan, dan kepuasan kerja merupakan konsekuensi
imbalan yang dihubungkan dengan hasil karya. Karyawan dapat merasa puas atau
tidak, apabila terdapat hubungan antara penampilan kerja dan hasil karyanya,
serta imbalan yang telah diterima sebagai wujud hubungan itu.
Selanjutnya faktor yang
diduga berpengaruh terhadap kinerja dosen adalah komitmen organisasi.
Pengukuran komitmen organisasi diadaptasi dari
Allen
& Meyer (1990) dengan menggunakan tiga indikator,
yakni: komitmen afektif, komitmen continuance,
komitmen normative. Penelitian
tentang pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja telah banyak dilakukan.
Hal ini didukung dari hasil kajian penelitian sebelumnya. Temuan signifikan
pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja dilakukan oleh Becker
& Kernan (2003) bahwa komitmen afektif berpengaruh
terhadap kinerja supervisor, Engelberg,
et. al (2011) menyatakan bahwa komitmen organisasi
dan pengalaman sebagai sukarelawan memprediksi aspek kinerja (keterlibatan,)
dan komitmen terhadap peran dan pengalaman memprediksi aspek kinerja
(pengetahuan), Jaramillo,
et. al (2005) bahwa terdapat hubungan yang kuat dan
positif antara komitmen organisasi dan kinerja kerja. Sedangkan temuan negatif
pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja dilakukan oleh Pinho,
et. al (2014) bahwa komitmen organisasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Seseorang yang memiliki komitmen
tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh
dan akan loyal serta afeksi positif terhadap organisasi. Dessler
(2014) menunjukkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi
memiliki nilai absensi yang rendah dan memiliki masa bekerja yang lebih lama
dan cenderung untuk bekerja lebih keras serta menunjukan prestasi yang lebih
baik. Menurut Anggraeni
(2014) upaya dalam meningkatkan kinerja dosen antaralain dosen
harus melaksanakan kinerja yang jelas, dosen harus berkompetensi dalam
melakukan pekerjaan, terdapat ketentuan dalam penilaian kompetensi serta
terdapat kebijakan yang jelas mengenai capaian akhir. Kinerja dosen memiliki
peran penting dalam menyukseskan pengembangan dan kemajuan institusi pendidikan
tinggi.
Kompetensi dosen
menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi sebagaimana yang
ditunjukkan dalam kegiatan profesional dosen. Untuk menjamin pelaksanaan tugas
dosen berjalan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan maka perlu dievaluasi setiap periode waktu yang ditentukan.
Salah satu yang menjadi
permasalahan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini terletak pada aspek
kuantitas maupun kualitas Dosen yang belum sebanding dengan banyaknya perguruan
tinggi yang ada. Merujuk data PDDikti
Kemenristekdikti tahun 2015, jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia sebanyak
4.482, dengan sebaran sekolah tinggi berjumlah 2.439 (54%), Akademi sebanyak 1.106
(25 persen), Universitas sejumlah 548 (13%), Politeknik sebanyak 246, Institut
sebanyak 134 dan Akademi Komunitas sebanyak 9. Banyaknya jumlah perguruan
tinggi tersebut tidak diimbangi dengan jumlah Dosen. Data berikut menunjukkan
Jumlah Dosen Nasional tahun 2016/2017 Ganjil.
Tabel 1.1. Jumlah dan Kualifikasi
Pendidikan Dosen di Indonesia
Kualifikasi
Pendidikan
|
Jumlah
|
S1
|
46.479
|
S2
|
159.820
|
S3
|
30.263
|
|
236.535
|
Sumber : Dikti Kemenristekdikti tahun, 2017
Data diatas menunjukkan kuantitas
Dosen masih sangat kurang dan kualitas dosen masih sangat rendah. Jika di
rata-ratakan dari total Perguruan Tinggi yang ada, maka untuk 1 (satu) Perguruan
Tinggi hanya memiliki 53 Dosen. Angka tersebut belum cukup memenuhi kuota
standar kebutuhan, yaitu sekitar 24.000 orang, sesuai jumlah program studi.
Idealnya, satu program studi memiliki satu profesor atau guru besar. Selain masih
kurangnya guru besar (4.818 pada tahun 2015), masalah lainya adalah masih
banyaknya dosen yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S2 dan
jumlah dosen yang berpendidikan doktor (S3) masih kurang (Kementrian
Ristekdikti, 2015). Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional serta (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) menuntut seorang dosen minimal
tamatan S-2. Akan tetapi kenyataanya di lapangan, perguruan tinggi masih banyak
dosen yang tamatan strata satu (S-1) yaitu: “Secara nasional, 48.5 persen dari
jumlah dosen PTN dan PTS di Indonesia masih tamatan strata 1 (S-1)” Arief
(2008) dalam Saiful
Bahri (2012).
Dari data tabel tersebut di atas, Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga Lain (PTK)
memiliki kualifikasi akademik dosen yang baik dengan persentase dosen
penyandang gelar doktoral di atas 20 persen dari total dosen dan yang
menyandang gelar S-1 hanya 5 persen. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
masih mengandalkan dosen dengan kualifikasi pendidikan S-1. Hal ini tercermin
dari jumlah persentase dosen PTS yang menyandang gelar S-1 sebesar 66 persen.
Persentase dosen yang menyandang gelar doktoral berjumlah paling rendah, yaitu
hanya 7 persen. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dosen yang berasal
dari PTN, PTK, dan Perguruan Tinggi Agama (PTA). Dalam rangka meningkatkan
kualifikasi akademik dosen pemerintah merancang berbagai program beasiswa baik
dalam maupun luar negeri. Beasiswa ini dapat diakses oleh seluruh dosen tetap
baik PTN maupun PTS. Pada periode 2011-2015, jumlah dosen yang mendapatkan
pendanaan beasiswa S-3 sebesar 1,848 orang atau sekitar 68 persen dari total
pendanaan beasiswa, sedangkan beasiswa S-2 diserap 878 orang atau 32 persen (Kementrian
Ristekdikti, 2016)
Selain kualifikasi pendidikan,
publikasi ilmiah dosen/ilmuan dan HAKI juga masih sangat rendah. Pemerintah
melalui Kemenristekdikti memberikan dukungan dalam kegiatan penelitian, dengan
menyalurkan dana penelitian sebesar 780 Miliar/Tahun. Akan tetapi besaran dana
tersebut tidak diimbangi dengan keluaran publikasi ilmiah. Pada tahun 2013,
terdapat 31.360 dosen yang terlibat dalam penelitian yang didanai oleh
Kemenristekdikti, tahun 2014 turun menjadi 30.302 dosen dan pada tahun 2015 naik
menjadi 31.756 dosen. Dari jumlah dosen yang terlibat, pada tahun 2014 yang
lolos hibah penelitian hanya sebanyak 13.338 dosen dan tahun 2015 sebanyak
12.596. Grafik berikut menunjukkan publikasi Jurnal yang dihasilkan dosen
periode 2011-2015.
Grafik 1.1
Jumlah
Publikasi Jurnal dalam Periode 2011-2015
Sumber : Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan
Kemeristekdikti (2016)
Hal tersebut menunjukkan
bahwa salah satu capaian pembangunan dalam aspek peningkatan mutu dan daya
saing pendidikan tinggi masih rendah (Kementrian
Ristekdikti, 2016). Sedangkan berdasarkan dari situs
olahan publikasi ilmiah Scimago yazng mengukur tingkat produktivitas ilmiah di
239 negara sejak 1996-2014 yang dikemukakan oleh Masdar Hilmy (2016), Indonesia
menempati peringkat ke-57, dengan jumlah publikasi 32.355. Di level ASEAN,
Indonesia masih kalah dibandingkan
dengan Malaysia (peringkat ke-36 dengan jumlah publikasi 153.378), Singapura
(peringkat ke-32 dengan publikasi 192.942), dan Thailand (peringkat ke-43
dengan publikasi 109.832). Indonesia hanya unggul dari Vietnam (peringkat
ke-66), Laos (137), Kamboja (124), Myanmar (142), Brunei (130), dan Timor-Leste
(204). Dari data tersebut terlihat jelas bahwa kompetensi dosen dalam hal
Penelitian masih sangat rendah. Hasil
penelitian tersebut bukan hanya untuk penelitian semata, tetapi hasilnya harus
dapat dimanfaatkan oleh pengguna baik untuk kepentingan ilmuan, dan masyarakat
pada umumnya.
Selain hal tersebut di
atas dalam kaitannya dengan masalah penelitian fakta yang didapatkan
menunjukkan bahwa jumlah dosen dalam melaksanakan penelitian baik oleh
masing-masing dosen (secara perorangan) maupun secara berkelompok masih rendah.
Data yang ada menunjukkan penyebab rendahnya penelitian diduga dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut (1) Lemahnya kemampuan dosen menyusun proposal
penelitian, (2) Relevansi penelitian tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
sehingga penelitian yang dilakukan tidak bisa memberikan kontribusi
penyelesaian problem di masyarakat, maka akan kesulitan mencari dana dari
sponsor, (3) Kurang tersedianya dana dari yayasan yang menaunginya, (4) Kurang
memadainya fasilitas kegiatan penelitian, meliputi internet, literatur dan
laboratorium, (5) Lemahnya budaya meneliti di kampus.
Selain penelitian, kegiatan
pengabdian ke masyarakat dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat yang
bersifat non-formal juga belum maksimal. Hal ini karenakan kurang berartinya
peranan dosen pembinaan (senior) dalam membimbing para dosen senior dalam
pelaksanaan pengabdian masyarakat. Padahal tujuan dari kegiatan pengabdian
kepada masyarakat adalah meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat
dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat guna meningkatkan kemampuan
untuk memecahkan masalah sendiri (Bahri,
2012). Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tidak sekedar
pengabdian tanpa basis ilmiah yang jelas tetapi merupakan suatu wahana
penerapan hasil penelitian dan pendidikan kepada stakeholder yang memerlukan.
Melalui program hibah pengabdian kepada masyarakat, Kemenristekdikti menggugah
keterlibatan PT untuk memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ini tidak terbatas pada
rentang waktu tertentu, namun dapat dilakukan secara berkesinambungan dan
berkelanjutan. Dalam program hibah ini, terdapat beberapa skema hibah yaitu
Ipteks bagi Masyarakat (IbM), Ipteks bagi Kewirausahaan, Ipteks bagi Produk
Ekspor (IbPE), Ipteks bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus (IbIKK), Ipteks bagi
Wilayah (IbW), Ipteks bagi Wilayah antara PT-CSR atau PT-PEMDA-CSR (IbWPT), dan
Program Hi-Link. Keterlibatan dosen dalam kegiatan pengabdian pada masyarakt
berdasarkan data Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemeristekdikti (2016)
menunjukkan bahwa pada tahun 2013 sebanyak 4.788 dosen yang terlibat, tahun
2014 sebanyak 6.365 dosen dan tahun 2015 sebanyak 7.522 dosen.
Besarnya beban tugas
mengajar, pembimbingan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta
kepanitiaan yang bersifat ekstra kurikuler menyebabkan dosen nampaknya sulit
menunjukkan standar profesionalisme sesuai dengan jabatan fungsional dosen.
Fenomena kinerja dosen dapat dilihat berdasarkan pelaksanaan tridharma
berdasarkan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen, pasal 8 menyatakan bahwa tugas utama
dosen adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit
sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada
setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya. Pelaksanaan tugas utama
dosen ini perlu dievaluasi dan dilaporkan secara periodik sebagai bentuk
akuntabilitas kinerja dosen kepada para pemangku kepentingan
Masalah yang dihadapi
kebanyakan perguruan tinggi tidak terkecuali di Gorontalo adalah belum fokusnya
dosen dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan masih banyaknya dosen yang bekerja
dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang sangat terbatas dan beban
kerja yang banyak. Selain itu, dosen sering terlambat memasukkan nilai setiap
semester pada bagian akademik, sehingga menyebabkan Pelaporan PDPT PTS ke
Kopertis Wilayah IX Sulawesi mengalami keterlambatan.
Berdasarkan data melalui
Portal Dikti (2017), Kopertis Wilayah IX Sulawesi dan Penelitian Lapangan tentang
kondisi dosen pada Perguruan Tinggi Swasta yang terdapat di Gorontalo,
permasalahan yang ada dalam kinerja dosen ditinjau dari Tri Dharma Perguruan
Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat ditemukan fakta bahwa masih banyak dosen yang belum menunjukkan
kinerja optimal sebagai dosen.
Untuk melihat kondisi
objektif tingkat pendidikan dosen di PTS yang ada di Gorontalo pada Tabel 1.2
berikut ini:
Tabel
1.2. Jumlah Dosen menurut Kualifikasi
Pendidikan PTS di Gorontalo
Kualifikasi
Pendidikan
|
Jumlah
|
Persentase
|
S1
|
103
|
15,33
|
S2
|
546
|
81,25
|
S3
|
23
|
3,42
|
|
672
|
100,00
|
Sumber
: Forlap Dikti (2017) Kantor Kopertis
Wil. IX Sulawesi (2017)
Data di atas menunjukkan
bahwa kualifikasi pendidikan dosen di PTS Gorontalo masih sangat rendah. Dari
total 672 dosen, hanya 23 orang (3,42%) yang berkualifikasi pendidikan S3, 546
orang (81,25%) yang berkualifikasi pendidikan S2, dan kualifikasi pendidikan S1
masih sangat banyak yaitu 103 orang (15,33%).
Menurut Sumardi
(2007), salah satu indikator kemajuan suatu Perguruan Tinggi
Swasta adalah jumlah dan kualifikasi pendidikan dosen yang dimilikinya. Upaya
peningkatan kualitas dosen di Perguruan Tinggi Swasta salah satunya yaitu
dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi berjalan secara alamiah. Artinya
inisiatif itu datang lebih banyak karena kesadaran dosen yang bersangkutan
bukan dari pihak pengelola. Hasilnya peningkatan kualifikasi pendidikan dosen
berjalan lambat. Hal ini juga disebabkan karena umumnya di Perguruan Tinggi
Swasta tidak menyiapkan anggaran bagi dosen yang mengikuti pendidikan lanjutan.
Tabel
1.3. Jumlah Dosen Menurut Jabatan
Fungsional PTS di Gorontalo
Jabatan
Akademik
|
Jumlah
|
Persentase
|
Tanpa JaFung
|
350
|
52,08
|
Asisten Ahli
|
244
|
36,31
|
Lektor
|
71
|
10,57
|
Lektor Kepala
|
7
|
1,04
|
Guru Besar
|
0
|
0
|
|
672
|
100,00
|
Sumber : Forlap Dikti (2017), Kantor Kopertis Wil. IX
Sulawesi (2017)
Tabel 1.3 menunjukkan
bahwa produktivitas dosen dalam mengurus Jabatan Fungsional masih sangat
rendah. Dari total 672 dosen, belum ada satu pun dosen yang berkualifikasi Guru
Besar, hal ini disebabkan persyaratan untuk menjadi guru besar relatif sulit,
sehingga banyak PTS yang tidak memiliki guru besar, 7 orang (1,04%) yang
memiliki jabatan fungsional Lektor Kepala, 71 orang (10,57%) yang memiliki
jabatan fungsional Lektor, 244 orang (36,31%) yang memiliki jabatan fungsional
Asisten Ahli, dan 350 orang (52,08%) yang belum memiliki jabatan fungsional.
Madris
(2007) menyatakan salah satu bentuk implikasi kinerja dosen
adalah golongan dan kepangkatan yang diraihnya. Ability (kemampuan) Dosen salah satunya dipengaruhi oleh masa kerja
yang dapat dilihat dari jabatan akademik mulai dari asisten ahli hingga guru
besar. Jabatan akademik dosen ditentukan oleh produktivitas dan lamanya
(retensi) bekerja serta kualifikasi pendidikan (Amang,
2009).
Berdasarkan data yang
diperoleh di Kopertis Wilayah IX Sulawesi, setiap dosen mempunyai kewajiban
mengampu minimal 12 sks persemester. Adapun rata-rata beban SKS yang di ampu
oleh setiap dosen PTS di Gorontalo dapat dilihat pada tabel 1.4:
Tabel 1.4. Beban SKS Dosen PTS di Gorontalo
Tahun
|
Banyaknya
Dosen
|
Beban
SKS/Semester
|
2016
|
672
|
9-15
|
2015
|
588
|
9-15
|
2014
|
493
|
9-15
|
Sumber : Kopertis Wilayah
IX Sulawesi dan Data Lapangan, 2017
Tabel 1.4 menunjukkan
bahwa beban kerja setiap dosen antara 9-15 SKS, dimana hal ini menunjukkan
bahwa dosen dalam hal pengajaran ada yang mengalami kelebihan SKS sesuai
standar pendidikan tinggi yaitu 9 SKS persemester (Kepmenkowasbangpan
No.38/KEP/MK.WASPAN/8/1999).
Indikator kinerja
berikutnya adalah penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Jumlah dosen dalam
melaksanakan penelitian pengabdian pada masyarakat baik oleh masing-masing
dosen (secara perorangan) maupun secara berkelompok masih rendah. Hal ini
terlihat dari akses dosen-dosen PTS di Gorontalo pada tahun 2012-2016 terhadap
penelitian dan pengembangan keilmuan yang ditawarkan oleh Direktorat Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti sangat kurang. Untuk gambaran
penelitan dan pengabdian pada masyarakat dosen PTS di Gorontalo dapat dilihat
pada tabel 1.5 berikut:
Tabel
1.5. Jumlah
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Dosen PTS di Gorontalo
Tahun
|
Jumlah
Dosen
|
Penelitian
Dosen
|
Pengabdian
Masyarakat
|
||
Dana Dikti
|
Mandiri
|
Dana Dikti
|
Mandiri
|
||
2016
|
672
|
25
|
297
|
3
|
319
|
2015
|
588
|
12
|
262
|
0
|
274
|
2014
|
493
|
25
|
230
|
0
|
255
|
Sumber : Forlap Dikti, Kopertis Wilayah IX dan Data
Lapangan (2017)
Tabel 1.5 menggambarkan
bahwa kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat masih rendah, apabila
merujuk pada peraturan bahwa seorang dosen minimal melakukan sebuah penelitian 1
kali setahun, namun fakta yang ada ternyata dosen hanya mampu melakukan
penelitian kurang dari satu buah pertahun, artinya ada beberapa dosen yang
tidak melakukan penelitian dalam satu tahun. Indikator lain yang terkait dengan
kinerja dosen adalah pengabdian masyarakat, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.5,
dosen hanya melakukan pengabdian masyarakat satu kali setahun yang idealnya
menurut aturan 1 kali per semester.
Masalah yang dialami
sehingga kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat jarang dilakukan
oleh para dosen PTS di Gorontalo adalah terkendala oleh kemampuan dan pembiayaan yang
sangat terbatas yang dialokasikan oleh yayasan, meskipun pemerintah sudah
menganggarkan biaya pendidikan, penelitian dan pengabdian tetapi untuk
mengakses masih sangat sulit, maka hal ini yang menyebabkan dosen tidak
termotivasi untuk melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
Berdasarkan fenomena lapangan
diatas serta beberapa hasil empirik dari variabel yang mempengaruhi kinerja
dosen yang tidak konsisten tersebut menarik untuk diteliti kembali. Selain itu kinerja
dosen dalam suatu institusi pendidikan merupakan faktor yang menarik untuk
diteliti karena beberapa alasan antara lain : pertama, dosen merupakan ujung tombak bagi keberhasilan proses
belajar mengajar, tanpa dosen yang berkualitas dan rela berkorban, mustahil
suatu proses belajar mengajar menghasilkan peserta didik yang berkualitas, kedua, dosen tidak hanya berperan
mentransfer ilmu kepada mahasiswa tetapi memberikan contoh sikap, ucapan, dan
perilaku kepribadian, Ketiga, kualitas
kinerja dosen bukanlah suatu yang final dan tidak dapat diperbaiki karena
sebagai manusia, dosen selalu tumbuh dan berubah, keempat, jika kinerja dosen tidak didukung oleh kompetensi
professional dan kepuasan kerja serta komitmen dalam mengajar, maka proses
belajar mengajar tidak bisa lancar sesuai dengan yang diharapkan. Dari fakta
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tugas akhir
Disertasi dengan judul “Pengaruh Personality,
Ability, Dukungan Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Dosen (Studi Di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo)”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1.
Apakah Personality, ability dan dukungan organisasi berpengaruh
secara langsung terhadap kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di
Gorontalo?
2.
Apakah
Personality, ability dan dukungan
organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
3.
Apakah Personality, ability dan dukungan
organisasi berpengaruh terhadap kinerja dosen baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui kepuasan kerja dan komitmen organisasi di Perguruan Tinggi
Swasta di Gorontalo?
4.
Apakah kepuasan
kerja berpengaruh terhadap kinerja
dosen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui komitmen organisasi di
Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
5.
Apakah kepuasan
kerja berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi di Perguruan Tinggi
Swasta di Gorontalo?
6.
Apakah komitmen
organisasi berpengaruh langsung terhadap Kinerja Dosen di Perguruan Tinggi
Swasta di Gorontalo?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan
permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk
menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh langsung
Personality,
ability dan dukungan
organisasi terhadap kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
2.
Untuk
menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh Personality,
ability dan dukungan organisasi terhadap komitmen organisasi baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja di Perguruan Tinggi
Swasta di Gorontalo
3.
Untuk
menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh
Personality, ability dan dukungan organisasi terhadap kinerja dosen baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja dan komitmen
organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
4.
Untuk
menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh kepuasan kerja terhadap
kinerja dosen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui komitmen
organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
5.
Untuk
menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh langsung kepuasan
kerja terhadap komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo.
6.
Untuk
menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh langsung komitmen
organisasi terhadap Kinerja Dosen di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Apabila tujuan penelitian
seperti di atas dapat diwujudkan, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini adalah:
1.4.1. Kegunaan
Teoritis
Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan bidang perilaku
organisasi. Hal ini yang ingin peneliti buktikan dengan mengelaborasi beberapa
variabel yang sebelumnya masih dilakukan research
secara parsial atau sendiri-sendiri terhadap kinerja. Beberapa variabel seperti
Personality, Ability, Dukungan
Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dalam penelitian ini,
peneliti akan melakukan modifikasi model untuk melihat pengaruh langsung dan
tidak langsung variabel tersebut terhadap kinerja. Pada penelitian ini,
peneliti ingin melihat pengaruh tidak langsung Personality (Kepribadian)
terhadap Kinerja Melalui Komitmen Organisasi dan Pengaruh Tidak Langsung
Ability (Kemampuan) terhadap Kinerja Melalui Komitmen Organisasi, yang belum
pernah ada hasil penelitian sebelumnya. Sehingga untuk selanjutnya, hasil
penelitian ini dapat pula dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian
selanjutnya.
1.4.2. Kegunaan
Praktis
Diharapkan menjadi masukan
dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Khususnya Perguruan Tinggi Swasta di
Gorontalo dengan memperhatikan Personality,
Ability, Dukungan Organisasi, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan
Kinerja, sehingga mampu membawa diri Pribadi mendapatkan Kepangkatan Akademik,
Kepangkatan Golongan, Sertifikasi Dosen dan membawa Perguruan Tinggi Mendapatkan
Akreditasi Terbaik, baik Institusi, Fakultas maupun Program Studi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar