Kamis, 29 Desember 2016

PERKEMBANGAN ILMU MANAJEMEN

Perkembangan teori manajemen 

Pendahuluan

Perkembangan teori manajemen terjadi sangat pesat. Oleh karena itu, pembahasan dan pemahaman tentang manajemen mengenai sasaran, perlu diketahui terlebih dahulu proses perkembangan teori-teori dan prinsip-prinsip yang akan memberikan “landasan” kuat bagi pemahaman perkembangan selanjutnya.

Teori-teori dan prinsip-prinsip manajemen membuat lebih mudah bagi manajer untuk memutuskan apa yang harus dilakukan agar dapat menjalankan fungsinya secara efektif. Tanpa teori, pembahasan adalah berupa intuisi, dugaan dan harapan yang akan membatasi penggunaannya dalam organisasi yang semakin kompleks.

Sebelum sejarah yang disebut zaman manajemen ilmiah muncul telah terjadi revolusi industri pada abad ke 19, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen sistematik. Usaha-usaha pengembangan manajemen kemudian dilakukan oleh para teoritis.

Teori Manajemen Klasik
Ada dua tokoh manajemen, yang mengawali manajemen ilmiah, yaitu Robert Owen dan Charles Babbage.

Robert Owen (1771-1858). Pada permulaan tahun 1800 Robert Owen seorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas di New Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsur manusia dalam produksi. Dia membuat perbaikan-perbaikan dalam kondisi kerja, seperti pengurangan hari kerja standar, pembatasan anak-anak dibawah umur yang bekerja, membangun perumahan yang lebih baik bagi karyawan.
Owen mengemukakan bahwa melalui perbaikan kondisi karyawanlah yang akan menaikan produksi dan keuntungan (laba), dan investasi yang paling menguntungkan adalah para karyawan atau “vital machines” dan Owen juga mengembangkan prosedur kerja yang memungkinkan peningkatan produktivitas.

Charles babbage adalah penganjur pertama prinsip pembagian kerja melalui spesialisasi, setiap tenaga kerja harus di beri latihan keterampilan yang sesuai dengan setiap operasi pabrik. Lini perakitan modrn yang banyak di jumpai sekarang, di mana setiap karyawan bertanggung jawab atas pekerjaan tertentu yang berulang, di dasarkan pada gagasan babbage.


Manajemen Ilmiah Frederick W. Taylor (1900-an)
Empat prinsip dasar:

  1. Pengembangan metoda-metoda ilmiah dalam manajemen, agar, sebagai contoh, metoda yang paling baik untuk pelaksanaan setiap pekerjaan dapat di tentukan.
  2. Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat di berikan tanggung jawab atas sesuatu tugas sesuai dengan kemampuannya.
  3. Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
  4. Kerjasama yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.



Teori Organisasi Klasik

Henry Fayol (1841-1925) mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi sebagai pedoman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks. Dalam teorinya Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian dan pengawasan

Fayol membagi operasi-operasi perusahaan perusahaan menjadi enam kegiatan; 

  1. Teknik – produksi dan manufacturing produk,
  2. Komersial – pembelian bahan baku dan penjualan produk,
  3. Keuangan (finansial) – perolehan dan penggunaan modal, 
  4. Keamanan – perlindungan karyawan dan kekayaan, 
  5. Akuntansi – pelaporan, pencatatan biaya, laba dan hutang, pembuatan neraca, dan pengumpulan data statistik, 
  6. Manajerial.


Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip manajemen;

  1. Pembagian kerja – adanya spesialisasi akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan kerja
  2. Wewenang – hak untuk memberikan perintah dan dipatuhi
  3. Disiplin – harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan-tujuan organisasi
  4. Kesatuan perintah – setiap karyawan hanya menerima instruksi tentang kegiatan tertentu dari hanya satu atasan
  5. Kesatuan pengarahan – operasi-operasi dalam organisasi yang mepunyai tujuan yang sama harus diarahkan oleh seorang manajer dengan penggunaan satu rencana.
  6. Meletakan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan di bawah kepentingan umum-kepentingan harus tunduk pada kepentingan organisasi.
  7. Balas jasa - kompensasi untuk pekerjaan yang di laksanakan harus adil baik bagi karyawan maupun pemilik.
  8. Sentralisasi – adanya keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan desentralisasi.
  9. Rantai saklar (garis wewenang) – garis wewenang dan perintah yang jelas.
  10. Order – bahan-bahan (material) dan orang-orang harus ada pada tempat dan waktu yang tepat. Terutama orang-orang hendaknya di tempatkan pada posisi atau pekerjaa-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka.
  11. Keadilan-harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi.
  12. Stabilitas staf organisasi – tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi.
  13. Inisiatif – bawahan harus di beri kebebasan untuk menjalankan dan menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi.
  14. Esprit de corps (semangat korps). – “Kesatuan adalah kekuatan”, pelaksanaan operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan dan rasa memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korps.


Teori Hubungan Antar Manusia

Teori ini muncul karena ketidak puasan bahwa yang dikemukakan pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja.
Beberapa ahli mencoba melengkapi teori organisasi klasik dengan pandangan sosiologi dan psikologi industri.

Hugo Munsterberg (1816-1916) mengemukakan untuk mencapai peningkatan produktifitas dapat dilakukan dengan tiga cara:

  1. Penemuan best possible person
  2. Penciptaan best possible work
  3. Penggunaan best possible effect untuk memotivasi karyawan


Menurut Elton Mayo (1880-1949) bila “manajemen personalia” mendorong lebih banyak dan lebih baik dalam bekerja, hubungan manusiawi dalam organisasi adalah “baik”. Bila moral dan efisiensi memburuk hubungan manusia dalam organisasi adalah “buruk”. Untuk menciptakan hubungan manusiawi yang baik, manajer harus mengerti mengapa karyawan bertindak seperti yang mereka lakukan dan faktor-faktor sosial dan psikologi apa yang memotivasi mereka.

Penemuan lainnya adalah bahwa kelompok kerja informal, lingkungan sosial karyawan, juga mempunyai pengaruh besar pada produktifitas. Konsep “mahluk sosial” dimotivasi oleh kebutuhan sosial, keinginan akan hubungan timbal balik dalam pekerjaan, dan lebih responsif terhadap dorongan kelompok kerja pengawasan manajemen, dan yang dimmotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan phisik manusia.

Teori Perilaku

Prinsip-prinsip dasar perilaku organisasi yang dapat di simpulkan dari pendapat para tokoh manajemen modern adalah sbb;

  1. Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, prinsip)
  2. Manajemen harus sistematik, dan pendekatan yang digunakan harus dengan pertimbangan secara hati-hati
  3. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual untuk pengawasan harus sesuai dengan situasi
  4. Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen kekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan.


Sebagai tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus dari berbagai riset perilaku adalah:

  1. Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kegagalan pencapaian tujuan organisasi
  2. Manajer masa kini harus diberi latihan dalam pemahaman prinsip-prinsip dan konsep-konsep manajemen.
  3. Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesempatan bagi karyawan untuk memuaskan seluruh kebutuhan mereka
  4. Komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi dan keterlibatan para karyawan.
  5. Pekerjaan setiap karyawan harus disusun yang memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri dari pekerjaan tersebut.
  6. Pola-pola pengawasan dan manajemen pengawasan harus dibangun atas dasar pengertian positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan.


Pendekatan Kontingensi

Pendekatan ini dikembangkan oleh para manajer, konsultan dan peneliti yang mencoba untuk menerapkan konsep-konsep dari berbagai aliran/teori manajemen dalam situasi kehidupan nyata.

Menurut pendekatan ini tugas manajer adalah mengidentifikasi teknik mana, pada situasi tertentu, dibawah keadaan tertentu, dan pada waktu tertentu, akan membantu pencapaian tujuan manajemen.

Perbedaan kondisi dan situasi membutuhkan aplikasi teknik manajemen yang berbeda pula, karena tidak ada teknik, prinsip dan konsep universal yang dapat diterapkan dalam seluruh kondisi.

Sebagai contoh, dimana karyawan membutuhkan dorongan untuk meningkatkan produktivitas, pendekatan klasik akan mengemukakan penyederhanaan kerja, tetapi pendekatan hubungan manusiawi berusaha menciptakan iklim yang dapat memotivasi karyawan dan mengusulkan perluasan kerja.

Mana metoda yang paling baik?
Bila karyawan tidak terdidik (unskilled) serta kesempatan latihan dan sumber daya terbatas, penyederhanaan kerja mungkin merupakan penyelesaian yang paling baik. Tetapi bila karyawan terlatih dan kepuasan kerja adalah kebutuhan mereka, program perluasan kerja mungkin lebih efektif.
Kadang-kadang dalam situasi tertentu digunakan kombinasi kedua pendekatan tersebut. 

Jumat, 23 Desember 2016

ASAL-USUL TEORI

PERILAKU ORGANISASI
Teori dalam mempelajari perilaku manusia terbagi dalam tiga periode diantaranya:
1)    Periode klasik
2)    Neo-klasik, dan
3)    Modern
Pada masing-masing periode telah muncul para pemikir-pemikir yang banyak sedikitnya ikut andil dalam perkembangan sejarah perilaku organisasi diantaranya:
-    Max Weber yang ikut andil dengan analisis perilaku organisasi lewat konsep struktur birokrasinya
-      Henry Fayol dengan orientasi pendekatan fungsionalnya dalam perilaku organisasi dan manajemen yang mendominir banyak pemikiran-pemikiran modern tentang administrasi, dan
-       Frederick Winslow Taylor yang mengenalkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah.

-    Pemikir lain yaitu Chester Barnard, Mary Parker Follett, Frederick Herzberg, Abraham Maslow, David McClelland, dan Victor Vroom.

TEORI KINERJA
Khusus yang menyangkut proses ada dua teori yaitu:
Path Goal Theory รจ Teori ini dikemukakan oleh Locke dari dasar teori Lewin’s. Ott (1987) [1] berpendapat bahwa tingkah laku manusia banyak didasarkan untuk mencapai suatu tujuan. Teori yang lain dikemukakan oleh Georgepoulos yang disebut Path Goal Theory yang menyebutkan bahwa kinerja adalah fungsi dari facilitating Process dan Inhibiting process. Prinsip dasarnya adalah kalau seseorang melihat bahwa kinerja yang tinggi itu merupakan jalur (Path) untuk memuaskan needs (Goal) tertentu, maka ia akan berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang bersangkutan (facilitating process).
 Teori Attribusi atau Expectancy Theory
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Heider. Pendekatan teori atribusi mengenai kinerja dirumuskan:
P = M x A,
dimana
P = Performance
M = Motivation
A = Ability
Menjadi konsep sangat populer oleh ahli lainya seperti Maiter, Lawler, Porter dan Vroom. Berpedoman pada formula diatas, menurut teori ini kinerja adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi memilki ability yang yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah. Begitu pula halnya dengan orang yang mempunyai ability tinggi tetapi rendah motivasinya.

Teori-Teori tentang Kepuasan Kerja

1. Teori yang pertama dipelopori oleh Porter (1961), adalah Teori Perbandingan Intrapersonal (Intrapersonal Comparison Proce) dikenal juga dengan Discrepancy Theory
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori yang kedua dikemukakan oleh Zalesnik (1958), dan dikembangkan oleh Adams (1963), adalah Theory Interpersonal Comparison Process yang dikenal juga sebagai Teori Keadilan atau Equity Theory
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori yang ketiga yaitu teori dua faktor (Two factor theory) teori ini dikemukakan oleh Herzberg
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu; Dissatisfier atau hygiene factors dan satisfier atau motivatorsatau teori faktor intrinsik dan ekstrinsik

Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. 



Dalam bukunya yang berjudul "The Motivation to Work" (1959), Herzberg menceritakan tentang penelitian yang dilakukannya, 
Herzberg melakukan wawancara terhadap subyek insinyur dan akuntan. Masing-masing subyek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang memberikan kepuasan maupun yang tidak memberikan kepuasan kemudian oleh Herzberg dianalisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan.

Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja) = Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
Ketidakhadiran dan Turn Over = Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. 
Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan:
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.

Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. 

Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.

Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu




[1] Herzberg, Frederick, et.al. (1959). The Motivation to Work (2nd ed.). USA: Wiley International Edition


[1] Shafritz, Jay M dan J. Steven Ott. 1987. Classics of Organization Theory, Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove, California