Komitmen untuk melakukan usaha maksimal membantu organisasi mencapai tujuan (Y2.2)
Merasa keberadaannya dalam organisasi didasarkan atas keharusan bukan karena keinginan (Y2.3),
Merasa jika meninggalkan pekerjaan yang sekarang akan menderita (Y2.4),
Komitmen untuk loyal terhadap organisasi (Y2.5)
Komitmen untuk berkorban demi kepentingan organisasi (Y2.6)
Standardized
Regression Weight (Loading Factor) Measurement Model Variabel
Komitmen Organisasi
|
||||||
Indikator
|
Variabel
|
Estimate LF (λ)
|
Estimate
|
S.E.
|
C.R
|
Prob
|
KO1
|
Komitmen
Organisasi
|
0,583
|
1,581
|
0,358
|
4,419
|
***
|
KO2
|
Komitmen
Organisasi
|
0,529
|
0,816
|
0,186
|
4,377
|
***
|
KO3
|
Komitmen
Organisasi
|
0,380
|
1,000
|
|||
KO4
|
Komitmen
Organisasi
|
0,461
|
1,363
|
0,321
|
4,249
|
***
|
KO5
|
Komitmen
Organisasi
|
0,684
|
1,397
|
0,302
|
4,623
|
***
|
KO6
|
Komitmen
Organisasi
|
0,793
|
1,957
|
0,409
|
4,782
|
***
|
Sumber : Data diolah untuk
disertasi ini, 2017
|
Tanggapan
Responden Terhadap Variabel Komitmen Organisasi
|
|||||||||||||
No
|
Indikator
|
Skor
Jawaban
|
Total
|
Mean
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||||
1
|
KO1
|
5
|
2,4
|
17
|
8,1
|
53
|
25,2
|
84
|
40,0
|
51
|
24,3
|
210
|
3,76
|
2
|
KO2
|
0
|
0,0
|
1
|
0,5
|
7
|
3,3
|
124
|
59,0
|
78
|
37,1
|
210
|
4,33
|
3
|
KO3
|
8
|
3,8
|
19
|
9,0
|
51
|
24,3
|
104
|
49,5
|
28
|
13,3
|
210
|
3,60
|
4
|
KO4
|
27
|
12,9
|
37
|
17,6
|
82
|
39,0
|
52
|
24,8
|
12
|
5,7
|
210
|
2,93
|
5
|
KO5
|
2
|
1,0
|
6
|
2,9
|
19
|
9,0
|
126
|
60,0
|
57
|
27,1
|
210
|
4,10
|
6
|
KO6
|
6
|
2,9
|
11
|
5,2
|
46
|
21,9
|
110
|
52,4
|
37
|
17,6
|
210
|
3,77
|
Mean
Variabel Komitmen Organisasi
|
3,75
|
||||||||||||
Sumber : Data diolah untuk
disertasi ini, 2017
|
Konsep ini diperkenalkan oleh Whyte
(1956). Pada awalnya, konsep komitmen organisasi
berfokus pada konsep komitmen itu sendiri, didasarkan pada pendekatan sikap,
yang menunjuk pada permasalahan dan loyalitas (Porter, et. al, 1974). Menurut (Porter et al., 1974) pendekatan sikap
mengacu pada keterikatan psikologis atau komitmen afektif yang dibentuk oleh
seorang karyawan dalam hubungannya dengan permasalahan dan loyalitasnya dengan
organisasi. Lebih lanjut Porter et al (1974) menjelaskan komitmen
organisasi sebagai "loyalitas terhadap organisasi, ditandai dengan niat
untuk tetap berada di dalamnya; melakukan identifikasi dengan nilai-nilai dan
tujuan organisasi; dan kemauan untuk menggunakan tenaga ekstra atas nama
organisasi". Individu mempertimbangkan sejauh mana nilai-nilai dan tujuan
mereka berhubungan dengan organisasi sebagai bagian dari komitmen organisasi,
oleh karena itu dianggap sebagai hubungan diantara setiap karyawan dan
organisasi.
Menurut Mowday, et al dalam (Golembiewski,
2001)), komitmen organisasi adalah sebuah konsep kompleks yang
mencakup komponen perilaku serta sikap. Termasuk sejauh mana para pekerja
menggabungkan nilai-nilai organisasi, serta niat mereka untuk tetap menjadi
bagian dari organisasi. Hal ini sering diasumsikan sebagai sebuah typikal bahwa
pendatang baru dalam profesi pelayanan manusia biasanya masuk ke dalam tingkat
komitmen yang tinggi (Jackson, et al.,
dalam (Golembiewski,
2001)). Seiring dengan waktu, jika ada reaksi afektif yang
negatif dalam pekerjaan mereka maka keinginan untuk meninggalkan organisasi
akan timbul, dan akhirnya turnover
akan terjadi.
Komitmen organisasi
didefinisikan sebagai keinginan dari pihak karyawan untuk tetap menjadi anggota
organisasi (Meyer & Allen dalam (Colquitt, et al., 2014). Komitmen organisasi mempengaruhi
karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi (bertahan) atau pergi untuk
mencari pekerjaan lain (meninggalkan). Karyawan yang tidak berkomitmen terhadap
organisasi akan mengambil sikap mengundurkan diri, menghindari dari pekerjaan
dan pada akhirnya dapat berujung pada berhenti dari organisasi.
Komitmen organisasi, biasa
juga disebut dengan komitmen kerja, mencerminkan identifikasi dan ikatan
seorang individu pada organisasi (Griffin & Moorhead, 2014). Seseorang yang
sangat berkomitmen, akan melihat dirinya sebagai anggota sejati perusahaan,
mengabaikan minimnya ketidakpuasan, dan melihat dirinya sebagai anggota
organisasi. Sebaliknya, orang yang kurang berkomitmen lebih cenderung melihat
dirinya sebagai orang luar, lebih mengekspresikan ketidakpuasan, dan tidak
melihat dirinya sebagai anggota organisasi dalam jangka waktu yang panjang
(Michael Riketta; dalam (Griffin
& Moorhead, 2014).
Komitmen organisasi adalah
sejauh mana orang mengidentifikasi dirinya dengan organisasi yang mempekerjakan
mereka. Ini menyiratkan kesediaan dari pihak karyawan untuk mengajukan upaya
substansial atas nama organisasi dan atau niatnya untuk tinggal dengan
organisasi untuk waktu yang lama (John A
Wagner & Hollenbeck, 2010).
Menurut John R. Schermerhorn (2007) komitmen
organisasi adalah tingkat loyalitas individu terhadap organisasi. Individu
dengan komitmen organisasi yang tinggi akan bangga menganggap diri sebagai anggota
organisasi. Komitmen
Organisasi (Organizational Commitment)
menurut Robbins & Judge (2014) adalah tingkat di mana seseorang pekerja mengidentifikasi sebuah
organisasi, tujuan dan harapannya untuk tetap menjadi anggota.
Porter
and Steers dalam (Eliyana, et. al, 2012) telah menemukan bahwa semakin besar
komitmen individu untuk organisasi, semakin besar usaha mereka dalam
menyelesaikan pekerjaan mereka. Komitmen organisasi mencakup perasaan untuk
terlibat dalam bekerja, loyalitas, dan kepercayaan dalam nilai-nilai organisasi.
M.G.Aamodt dalam (Eliyana, et al.,
2012) menyatakan bahwa
organisasi memiliki peran penting dalam meningkatkan komitmen individu, untuk
memastikan individu tersebut termotivasi dan puas dengan pekerjaan mereka.
Porter,, et al dalam (Armstrong,
2006), komitmen mengacu pada keterikatan dan loyalitas. Ini
adalah kekuatan relatif dengan identifikasi individu dari dan keterlibatan
dalam sebuah organisasi tertentu. Ini terdiri dari tiga faktor: Keinginan yang
kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, sebuah keyakinan kuat, dan
penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan untuk mengerahkan
upaya yang cukup besar untuk kepentingan organisasi
Salancik dalam (Armstrong,
2006) mengatakan: 'Komitmen adalah suatu keadaan dengan mana
seorang individu menjadi terikat olehnya melalui tindakan dengan keyakinan
sehingga ia bertahan untuk beraktifitas dan terlibat didalamnya. Tiga fitur dari perilaku yang penting dalam
mengikat individu untuk tindakan mereka yaitu: visibilitas tindakan, sampai
sejauh mana hasil yang tidak dapat dibatalkan, dan sejauh mana orang tersebut
melakukan tindakan secara sukarela. Komitmen
dapat ditingkatkan dan dimanfaatkan untuk mendapatkan dukungan dengan tujuan
dan kepentingan organisasi melalui cara-cara seperti partisipasi dalam
pengambilan keputusan.
Menurut Allen & Meyer (1990), terdapat 3 komponen
komitmen organisasi yaitu: Affective
Commitment (AC) adalah suatu pendekatan emosional dari individu
dalam keterlibatannya dengan organisasi, sehingga individu akan
merasa dihubungkan dengan organisasi, Continuance Commitment (CC) adalah hasrat yang dimiliki
oleh individu untuk bertahan dalam organisasi, sehingga individu merasa
membutuhkan untuk dihubungkan dengan organisasi dan Normative Commitment (NC) adalah
suatu perasaan wajib dari individu untuk bertahan dalam organisasi.
Menurut John R. Schermerhorn (2007) dua dimensi utama
untuk komitmen organisasi yaitu: 1) Komitmen rasional mencerminkan perasaan
bahwa pekerjaan menyajikan keuangan, perkembangan, kepentingan profesional
seseorang. 2) Komitmen emosional mencerminkan perasaan bahwa apa yang
dilakukannya adalah penting, berharga, dan bermanfaat nyata kepada orang lain.
Buktinya adalah bahwa komitmen emosional yang kuat untuk organisasi,
berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan orang lain, adalah sebanyak empat kali
lebih kuat dalam mempengaruhi kinerja secara positif daripada komitmen
rasional, terutama didasarkan pada gaji dan kepentingan diri.
Tiga
dimensi komitmen organisasional menurut Robbins & Judge (2014) adalah : Komitmen Afektif (Affective Commitment) yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan
keyakinan dalam nilai-nilainya, Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari
bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan
organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang
pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan
akan menghancurkan keluarganya dan komitmen normatif (normative commitment) yaitu kewajiban untuk bertahan dalam
organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Seseorang akan bertahan dengan
seorang pemberi kerja karena ia merasa meninggalkan seseorang dalam keadaan
yang sulit bila ia pergi.
Ada tiga
aspek komitmen: (1) komitmen organisasi afektif, (2) komitmen organisasi
keberlanjutan, dan (3) komitmen organisasi normatif (Meyer and Allen dalam (Eliyana, et al.,
2012)). Dari tiga
pendekatan tersebut, kita bisa melihat komitmen sebagai kondisi psikologis yang
mencirikan hubungan antara karyawan dan organisasi dan memiliki implikasi
terhadap keputusan individu untuk bertahan atau meninggalkan organisasi. Namun,
sifat dari kondisi psikologis untuk setiap bentuk komitmen berbeda-beda.
Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan tetap berada dalam organisasi
karena keiginan mereka; karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang kuat akan
tetap dalam organisasi karena keperluan mereka, sementara karyawan yang
memiliki komitmen normatif yang kuat tetap dalam organisasi karena suatu
keharusan (N.J.Allen and J.P.Meyer dalam (Eliyana, et al.,
2012)).
Menurut Colquitt, et al
(2014), Tiga Jenis Komitmen Organisasi, yaitu:
Afektif Komitmen (Berbasis Emosi), Komitmen berkelanjutan (Berbasis Biaya) dan Komitmen
Normatif (Berbasis Kewajiban)
Komitmen Afektif. Salah
satu cara untuk memahami perbedaan antara ketiga jenis komitmen adalah bertanya
pada diri sendiri mengenai apa yang akan Anda rasakan jika Anda meninggalkan
organisasi. Karyawan yang merasakan komitmen afektif dengan organisasi, akan
menerima tujuan dan nilai-nilai yang organisasi, dan bersedia untuk mengerahkan
usaha ekstra atas nama organisasi. Komitmen Keberlanjutan, komitmen kontinyu terjadi ketika ada
keuntungan yang terkait dengan tinggal dan biaya yang terkait jika
meninggalkan, dengan komitmen keberlanjutan tinggi sehingga sulit untuk
mengubah organisasi karena denda yang terkait jika pindah. Salah satu faktor
yang dapat meningkatkan komitmen kontinyu adalah jumlah total investasi (dari
segi waktu, tenaga, energi,) karyawan telah dibuat dalam menguasai peran
pekerjaan mereka atau memenuhi tugas organisasi mereka. Komitmen Normatif,
komitmen normatif ada ketika ada rasa yang tinggal. Artinya bahwa orang harus
tinggal dengan majikan mereka saat ini mungkin akibat dari filosofi kerja
pribadi. Mereka dapat ditentukan oleh pengalaman awal dalam perusahaan, jika
karyawan disosialisasikan untuk mempercayai
bahwa loyalitas jangka panjang adalah norma.
Kanter dalam (Miroshnik,
2013) mengusulkan tiga jenis komitmen, yaitu: Sacrifice and investment support continuance
(pengorbanan dan dukungan investasi keberlanjutan), Renunciation and communion support cohesion (Penolakan dan dukungan
keterpaduan persekutuan) dan Mortification
and surrender support control (Sakit hati dan dukungan kontrol melepaskan
diri)
Mowday, et. al dalam (Stroh
& Gregory B. Northcraft, 2002) menyarankan
sejumlah faktor yang dapat meningkatkan tingkat komitmen, yaitu: 1) Faktor Pribadi. Kecenderungan karyawan
untuk mengembangkan keterikatan yang stabil untuk organisasi, 2) Faktor
Organisasi. Karakteristik organisasi seperti kepedulian terhadap kepentingan
karyawan atau kepemilikan karyawan, dan 3) faktor nonorganizational utama yang
meningkatkan komitmen adalah ketersediaan alternatif setelah pilihan awal untuk
bergabung dengan organisasi. Komitmen
akan terjadi apabila karyawan (a) memiliki justifikasi eksternal cukup
untuk pilihan awal mereka dan (b) pandangan pilihan sebagai relatif tidak dapat
dibatalkan; yaitu, mereka percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan
berikutnya yang akan menjamin mereka mengubah pikiran mereka.
Menurut McShane & Von Glinow (2008), cara untuk membangun loyalitas
organisasi, yaitu: 1) Keadilan
dan dukungan. Komitmen afektif akan lebih tinggi dalam suatu organisasi yang
memenuhi kewajiban mereka kepada karyawan dan mematuhi nilai-nilai kemanusiaan,
seperti keadilan, kesopanan, pengampunan, dan integritas moral. Nilai-nilai ini
berhubungan dengan konsep keadilan organisasi. Demikian pula, organisasi yang
mendukung kesejahteraan karyawan cenderung menumbuhkan tingkat loyalitas yang
lebih tinggi dengan imbalan. 2) Nilai-nilai bersama. Definisi komitmen afektif mengacu pada identifikasi seseorang
bersama organisasi, dan identifikasi yang paling tinggi jika para karyawan percaya
bahwa nilai-nilai mereka adalah sama dan sebangun bersama nilai-nilai yang
dominan dalam organisasi. Juga, para karyawan mengalami kenyamanan lebih dan
prediktabilitas ketika mereka setuju dengan nilai-nilai yang mendasari
keputusan perusahaan. Kenyamanan ini meningkatkan motivasi mereka untuk tinggal
dengan organisasi. 3) Kepercayaan. Kepercayaan mengacu pada harapan positif
seseorang terhadap orang lain dalam situasi yang melibatkan risiko. Ini
merupakan kegiatan timbal balik: Untuk menerima kepercayaan, Anda harus
menunjukkan kepercayaan. Karyawan mengetahui bersama dan merasa berkewajiban
untuk bekerja pada sebuah organisasi hanya ketika mereka percaya para
pemimpinnya. Hal ini menjelaskan mengapa pemutusan hubungan kerja adalah salah
satu pukulan terbesar bagi loyalitas karyawan, dengan mengurangi keamanan
kerja, perusahaan mengurangi kepercayaan karyawan dan hubungan kerja, 4) Pemahaman
organisasi. komitmen afektif adalah
identifikasi seseorang dengan perusahaan, sehingga masuk akal bahwa sikap ini
diperkuat ketika para karyawan memahami perusahaan, termasuk masa lalu,
sekarang, dan masa depan. Dengan demikian loyalitas cenderung meningkat bersama
komunikasi terbuka dan cepat ke dan dari pemimpin perusahaan, serta kesempatan
untuk berinteraksi dengan rekan kerja di seluruh organisasi, 5) Keterlibatan
karyawan. Keterlibatan karyawan
meningkatkan komitmen afektif dengan memperkuat identitas sosial karyawan
dengan organisasi. Karyawan merasa bahwa mereka adalah bagian dari organisasi
ketika mereka mengambil bagian dalam keputusan yang memandu masa depan
organisasi. Keterlibatan karyawan juga membangun loyalitas karena pemberian
kekuatan ini merupakan bukti kepercayaan perusahaan dengan karyawannya.
Kochan dan Dyer dalam (Armstrong,
2006) menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
komitmen bersama yang di sebut komitmen perusahaan adalah sebagai berikut: 1)
Tingkat Strategis dengan indikator: Strategi bisnis yang mendukung, komitmen
atas nilai manajemen, pendapat yang efektif untuk sumber daya dalam pembuatan
strategi. 2) Tingkat Fungsional (kebijakan sumber daya manusia) dengan
indikator: staffing berdasarkan stabilisasi kerja, Investasi dalam pelatihan
dan pengembangan, Kompensasi kontijensi yang memperkuat kerjasama, partisipasi
dan kontribusi. Dan 3) Tingkat Kerja dengan indikator: pilihan berdasarkan
standar yang tinggi, desain tugas yang luas dan kerja sama tim, keterlibatan karyawan
dalam pemecahan masalah dan Iklim kerjasama dan kepercayaan
Untuk mengukur konstruk
komitmen, Porter dan rekan-rekannya mengembangkan Kuesioner Komitmen Organisasi
(OCQ) (Mowday et, al., (Allen
& Meyer, 1990))
Meyer dan Allen dalam (Miroshnik,
2013) mengembangkan kuesioner alternatif untuk mengukur
komitmen kontinyu. Skala mereka terdiri dari delapan item yang mencerminkan
biaya yang dirasakan terkait jika meninggalkan organisasi; biaya terkait dengan
segi kerugian pribadi atau pengorbanan dan kurangnya alternatif yang sebanding.
Instrumen yang
dikembangkan oleh O'Reilly dan Chatman dalam (Miroshnik,
2013) adalah untuk mengidentifikasi: Kepatuhan, Identifikasi,
dan skala internalisasi.
Tiga dimensi komitmen organisasi (komitmen afektif,
komitmen normatif dan komitmen kontinyu) dinilai oleh (Meyer, Allen, &
Smith, 1993).
Dengan menggunakan enam item untuk komitmen afektif yaitu: (Saya akan sangat
senang untuk menghabiskan sisa karir saya dengan organisasi ini; saya
benar-benar merasa seolah-olah masalah organisasi ini adalah masalah saya
sendiri; Saya tidak merasakan perasaan memiliki yang kuat untuk organisasi saya. Saya tidak merasa
emosional untuk organisasi ini. Saya tidak merasa seperti bagian dari keluarga
di organisasi saya. Organisasi ini memiliki banyak makna pribadi bagi saya). Komitmen
normatif meliputi enam item, yaitu: (Saya tidak merasa kewajiban apapun untuk
tetap dengan atasan saya saat ini; Bahkan jika itu untuk keuntungan saya, saya
tidak merasa itu akan tepat untuk meninggalkan organisasi saya sekarang; Saya
akan merasa bersalah jika saya meninggalkan organisasi saya sekarang;
Organisasi ini layak untuk kesetiaan saya; Saya tidak akan meninggalkan
organisasi saya sekarang karena saya memiliki rasa kewajiban untuk orang-orang
di dalamnya; Saya berutang banyak kepada organisasi saya). Komitmen kelanjutan
berisi enam item, yaitu; (Sekarang, tinggal dengan organisasi saya adalah
persoalan kebutuhan sesuai banyaknya keinginan; akan sangat sulit bagi saya
untuk meninggalkan organisasi saya sekarang, kalaupun saya ingin; terlalu
banyak hidup saya akan terganggu jika saya memutuskan ingin meninggalkan
organisasi saya sekarang; saya merasa bahwa saya memiliki terlalu sedikit
pilihan untuk mempertimbangkan meninggalkan organisasi ini; jika saya sudah
tidak memberi begitu banyak ke dalam organisasi ini, mungkin akan saya
pertimbangkan bekerja di tempat lain; salah satu konsekuensi negatif jika
meninggalkan organisasi ini adalah adanya kelangkaan alternatif pekerjaan yang
tersedia).
JAMCO Casino Hotel & Spa: Riverside, CA Jobs | KTAR
BalasHapusJAMCO CASINO HOTEL & SPA · Riverside, CA · Riverside, CA · Riverside, CA · Riverside, CA · 동두천 출장마사지 Riverside Casino Hotel 시흥 출장안마 & Spa · Riverside, CA · 순천 출장안마 Riverside Casino Resort · Riverside, 구리 출장샵 CA · Riverside Casino 안성 출장마사지